Mulai masyarakat, dunia usaha dan pemerintah terlibat dan bersinergi menangani penyakit HIV/AIDS.
Merdeka.com, Kutai Timur - Kutai Timur yang memiliki luas wilayah dan berbagai persoalan, dinilai Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) terpilih menjadi salah satu daerah dalam menangani pemberantasan HIV/AIDS bersama tujuh daerah lain di Indonesia. WHO memberikan apresiasi dan bantuan program mengenai hal ini ke depannya.
Keberhasilan Kutim dalam menangani penyakit mematikan itu, melibatkan berbagai elemen masyarakat. Mulai masyarakat, dunia usaha dan peran pemerintah dalam bersinergi menangani HIV/AIDS. Selain itu, data dan laporan secara periodik disampaikan secara lengkap.
WHO memberikan penghargaan mengenai hal ini dalam bentuk bantuan program melalui Dinas Kesehatan Kutim. Selasa (24/10) lalu, konsultan pengembangan kader masyarakat dari WHO Indonesia, Inang Winarso melakukan kunjungan ke Bengalon dan berdialog dengan berbagai elemen masyarakat.
Selain Kutim ada tujuh daerah lain yang juga terpilih mejadi pilot project adalah, Kabupaten Aceh Tamiang, Pematang Siantar, Bintan, Bulukumba, Mojokerto, Gianyar dan Kabupaten Keerom, Papua.
Dalam kunjungannya itu, Winarso melakukan dialog dengan Kepala Puskesmas Bengalon, dr Agus dan jajarannya, konselor, para kader dan tokoh masyarakat. Selain berdiskusi juga menindaklanjuti hasil laporan para kader, konselor dan juga petugas puskesmas serta informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPAI) Kutim sebagai bahan masukan kepada WHO di Jakarta terutama dalam penyediaan obat bagi para ODHA (orang dengan HIV-AIDS).
“Mengapa data ini sangat penting, karena penanganan ODHA secara Long Time Treatment (pengobatan dalam waktu yang lama). Jadi obatnya harus disiapkan dengan jumlah yang cukup. Misalnya ditemukan kasus ODHA pada tahun ini berarti persediaan obatnya harus direncanakan 5 sampai 10 tahun ke depan.” jelas Inang Winarso.
Ia menambahkan bahwa tujuan utama pelibatan kader dan partisipasi masyarakat ini menyukseskan program WHO 90-90-90 pada tahun 2027 dengan pendekatan Temukan, Obati dan Pertahankan (TOP). Program 90-90-90 artinya 90 persen mereka yang terinfeksi HIV akan menyadari statusnya, 90 persen orang dengan status HIV harus mendapatkan akses layanan dan pengobatan, dan 90 persen ODHA mendapatkan obat ARV (Anti Retro Viral). “Intinya bagaimana mencegah infeksi baru, mencegah kematian akibat AIDS dan menghilangkan diskriminasi terhadap ODHA inilah target yang ingin dicapai,” tegasnya.
Sebelumnya Kabid P2PM Dinkes Kutim dr Yuwana Sri Kurniawati menjelaskan bahwa terpilihnya Kutim sebagai pilot project penanganan kasus HIV-AIDS oleh WHO bukan karena jumlahnya yang tinggi tapi karena pencegahan dan pemberantasan kasusnya yang cukup baik, laporannya yang telah menggunakan system informasi HIV-AIDS (SIHA), loyalitas para kader dan konsuler dalam memberikan VCT (Voluntary Counselling Test) serta peran puskesmas dan tokoh masyarakat.
“Inisiatif dari masyarakat untuk pencegahan dan menekan angka HIV-AIDS menjadi alasan WHO memilih Kutim. Terima kasih kepada Puskesmas, konselor, para kader yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi sehingga prestasi ini bisa diraih,” ujarnya.
Kepala Seksi Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Ahsan Zainuddin menyebutkan bahwa suksesnya Kutim menjadi pilot project HIV –AIDS oleh WHO menunjukkan bahwa ada usaha dan kerja keras yang sungguh untuk mengeliminir meningkatnya kasus infeksi HIV. Peran ini tentu sangat tergantung dari SDM yang memiliki dedikasi dan integritas pada tugas. “ Ini masalah kemanusiaan yang menuntut pengorbanan waktu, tenaga dan juga loyalitas,” tegasnya.