“Ada aduan dari masyarakat aliran sungai sudah mulai tercemar dan susah mencari ikan,” kata Kasmidi.
Merdeka.com, Kutai Timur - Guna mencari kepastian hukum mengenai status Hutan Lindung Wehea yang selama ini dikelola secara adat, Pemkab Kutim berencana untuk membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai hukum adat agar lebih baik dalam pengelolaanya di masa mendatang. Langkah ini ditempuh dengan cara mengundang dia nara sumber yang berkompeten di bidangnya, agar lebh konkrit dalam mewujudkan payung hukum tersebut.
Pekan lalu digelar diskusi untuk mencari solusi terbaik dan bisa menelorkan produk hukum mengenai hukum adat tersebut. Diskusi dipimpin langsung Wakil Bupati Kasmidi Bulang, dan dihadiri Kepala Dinas LH Kutim Encek Akhmad Rafiddin Rizal, Kepala Badan LH Kaltim Riza Indra Riadi, Anggota DPRD Kutim Uce Prasetyo, Kepala Lembaga Adat Besar Wehea Ledjie Taq. Serta pemateri Kasubdit Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal Yuli Prasetyo dan Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Rikardo Simarmata.
Pada kesempatan itu, Wakil Bupati Kasmidi Bulang meminta komitmen semua pemangku kepentingan dalam penyusunan Perda Huliwa untuk bersama-sama bekerja. Mengapa? Karena Perda ini dinilai sangat penting demi jelasnya stasus hukum Huliwa yang sudah masuk skala prioritas Pemkab agar biar cepat selesai.
“Untuk Huliwa, dipercepat (penyelesaian) Perda-nya, karena berlandaskan payung hukum diakui negara dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mengingat dari informasi ter-update Huliwa diserbu oleh para penambang emas illegal. Jaraknya dengan hutan adat cukup dekat hanya berjarak 3 kilometer. Ada aduan dari masyarakat aliran sungai sudah mulai tercemar dan susah mencari ikan,” kata Kasmidi.
Kasmidi menambahkan Perda pelan-pelan diselesaikan dan dilaporkan jika sudah ada perkembangan. Sebelum Bulan Ramadan Perda ini, diminta sudah masuk ke meja DPRD Kutim, selanjutnya diverifikasi ke Kemen LHK.
Kepala Dinas LH Kutim Encek Akhmad Rafiddin Rizal menuturkan beberapa poin kesepakatan terkait Perda Huliwa yang ditargetkan selesai tahun ini sebagai hutan adat terbesar harus disusun secepatnya. Pasalnya untuk hukumnya melalui proses panjang, diantaranya identifikasi pemenuhan kriteria masyarakat hukum adat (MHA), desain proses penyusunan produk hukum mengenai pengakuan orang Wehea sebagai MHA dan penetapan hutan adat.
“Segera dituntaskan, kami menghadirkan Pak Yuli dan Pak Rikardo mengawal Perda ini. (Kegiatan) Ini menjadi kelanjutan rapat kordinasi 2015 lalu yang menghasilkan 8 item pokok isi Perda. Nah masalah anggara Perda tidak ada masalah ditargetkan didukung Pemkab Kutim selesai Desember 2017,” ucap optimis.
Semantara itu, Kasubdit Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan kearifan lokal Yuli Prasetyo mengatakan ada syarat penting untuk penetapan hutan adat. Diantaranya MHA harus telah diakui oleh Pemkab dengan produk hukum daerah. Terdapat wilayah adat yang sebagian seluruhnya berupa hutan dan surat pernyataan dari masyarakat hukum adat untuk ditetapkan wilayah adatnya sebagai hutan adat.
“Peran Pemkab signifikan mempercepat Perda Huliwa tidak ada putus komunikasi dengan MHA. Ini kewenangan Pemkab sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 dalam penetapan tanah adat dilanjutkan dengan pengakuan MHA sudah sesuai kearifan lokal. Hasilnya menjadi penataan desa adat dibawah pengawasan Pemkab,” ujar Yuli.