“Filosofi sakral (ritual) beluluh dilatar belakangi perjalanan sejarah," kata Aji Pangeran Haryo Soerya Adi Kesuma.
Merdeka.com, Kutai Timur - Meski sudah ikut upacara beluluh di rumah kepala adat besar Kutai Timur pada Senin (14/11) lalu, bupati Ismunandar dan istri Encek UR Firgasih serta Wabup Kasmidi Bulang dan istri Ny Tirah Satriani, kembali mengikuti upacara beluluh di pendopo rumah jabatan bupati, kawasan Bukit Pelangi, Rabu (16/11) tadi.
Pelaksanaan upacara sakral beluluh tersebut, dihadiri langsung Sultan Kutai Ing Martadipura Sultan Aji Muhammad Salehuddin II serta kerabat kerjaan Kutai. Pada kesempatan itu, Sultan juga menganugerahkan gelar kehormatan H Raden Sura Praja kepada Bupati Kutim Ismunandar. Sedangkan istrinya Hj Encek UR Firgasih digelari Hj Encek Ratna Putri.
Upacara beluluh ditujukan kepada kepala daerah pemerintahan atau kerajaan sebagai pembersihan diri. Agar dalam menjalankan roda pemerintahan terlepas dari segala macam mara bahaya dan selalu mendapatkan rahmat dan lindungan dari Yang Maha Kuasa.
“Filosofi sakral (ritual) beluluh dilatar belakangi perjalanan sejarah. Yaitu saat permukaan sungai Mahakam tepatnya di Tanjung Ruana, Tepian Batu di Kutai Lama munculah seekor naga yang menjunjung lembu. Lembu menjunjung balai, di dalam balai terdapat Gong Papar, di atas gong papar terdapatlah bayi yang berselimutkan kain kuning. Babujuluma istri dari Gandek Ulu Dusun mengambil dan menggendong bayi yang terdapat di dalam balai. Bayi itu dikasihinya dan diberi nama Putri Karang Melenu, cikal bakal menurunkan Raja-Raja Kutai Kartanegara,” jelas Aji Pangeran Haryo Soerya Adi Kesuma selaku Menteri Adat Kesultanan Kutai Kartanegara.
Selain itu jelasnya, dalam prosesi sakral ini pula tunggangan (kendaraan) Putri Karang Melenu untuk menjalankan tugas di bumi etam ini. Tunggangan putri tersebut dikenal dengan sebutan Lembuswana. Makna beluluh era kala itu, merupakan tradisi melalui sarana Balai tempat bayi tersebut berada, merupakan tempat untuk mengangkat harkat dan martabat sang bayi. Dihiasi janur-janur serta mayang terurai melambangkan suatu alam kedamaian abadi. Gong Papar melambangkan gema yang berkumandang menggambarkan lahirnya sang bayi yang akan membawa kebaikan bagi manusia sejauh gong berbunyi.
“Pada beluluh sekarang ini, merupakan hakekat seperti dijelaskan pada al kisah Putri Karang Melenu. Orang diluluh di balai berarti orang ini dibersihkan dari kotoran-kotoran batin yang melekat pada hati yang diluluh untuk dijadikan seorang yang suci seperti Putri Karang Melenu, yang baru dilahirkan,” terangnya.
Ritual beluluh kali ini melibatkan Bupati Kutim Ismunandar beserta isteri yang juga Wakil Ketua DPRD Kutim Ny Hj Encek UR Firgasih dan Wabup Kasmidi Bulang bersama isteri Ny Tirah Satriani. Termasuk beberapa jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD).
Bupati Kutim Ismunandar menambahkan, dilaksanakannya upacara adat beluluh ini mencermikan bahwa pemimpin Pemkab Kutim dan jajaran DPRD Kutim sangat menjunjung tinggi nilai seni budaya di tanah Kutai, termasuk Kutim.
“Apalagi (Kabupaten) Kutim ini masuk (wilayah) Kutai. Dalam silsilahnya (Kutim termasuk) tanah adat kerajaan Kutai Kartanegara juga,” imbuh Ismunandar.