“Jika diterapkan kontinyu, petani kita akan makmur dan generasi muda tertarik untuk terjun langsung di sektor pertanian,” kata Jumairilsyah.
Merdeka.com, Kutai Timur - Kutai Timur yang memiliki lahan pertanian cukup luas, menjadi tantangan tersendiri bagi petani. Khususnya kepada Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kutim, hendaknya bisa mengembangkan pertanian dengan bantuan teknologi.
“Jika ini diterapkan secara kontinyu, saya yakin petani kita akan makmur. Bahkan generasi muda bisa tertarik untuk terjun langsung di sektor pertanian ke depannya,” kata Staf ahli bupati Jumairilsyah.
Mantan Kepala Badan Penyuluhan Kutim ini menjelaskan, petani di Kutim, khususnya di desa Mata Air kecamatan Kaubun, pernah mengalami kejayaan ketika menanam kedelai dengan bantuan teknologi. Hasilnya cukup bagus, yakni mencapai sekitar 1,7 ton per hektare.
Sebenarnya, Kutim sudah mampu menerapkan teknologi pertanian dengan baik dan hasilnya juga bisa dirasakan para petani sendiri. Untuk itu, dia mengimbau kepada seluruh petani, agar tidak tergiur lagi hanya mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit, namun sektor pertanian juga bisa dikembangkan dengan baik dan menjanjikan.
Bahkan tambahnya, Kedelai yang ditanam petani Kutim bisa bersaing dengan daerah lain sebagai ladang komoditas pangan. Langkah ini perlu dikembangkan lagi, guna mengantisipasi kekurangan ketersediaan makanan masyarakat.
Menurutnya, tanaman kedelai sangat menjanjikan, karena di Kutim sendiri banyak produksi tahu dan tempe, sehingga tidak mungkin komoditi ini tidak laku di jual. Dengan catatan, produksinya melalui pengembangan teknologi pertanian, tentunya produsen tempe maupun tahun bakal menampungnya sebagai bahan baku produksi.
Selain tanaman kedelai, Kutim juga berpeluang mengembangkan tanaman jagung. Sejumlah lokasi yang ada di Kutim sangat cocok untuk tanaman jagung ini. Jika jagung dikembangkan dengan baik, tentunya hasilnya juga sangat menjanjikan dan memiliki ekonomi yang tinggi.
“Jika harga jagung satu biji Rp 10 ribu, dan satu hektare petani mampu menghasilkan 6 ton, tentunya penghasilan yang diraup petani sudah lumayan besar. Ini yang harus kita berikan motivasi kepada petani, agar lebih kreatif dan berinovasi untuk mengembangkan produk pertanian,” kata Jumiril.
Kemudian dia melihat para petani yang sudah berusia di atas 50 tahun, hendaknya berhenti dan diberikan estafet kepada generasi muda. Jika hasil pertanian menjanjikan dan mampu memberikan penghidupan yang layak, tidak mungkin generasi penerus berpaling dari sektor pertanian.
“Yang berumur tua suah selayaknya menjadi manajer pertanian, sedangkan untuk di lapangan bisa diserahkan yang muda-muda. Kita optimis, dengan petani muda dan semangat serta memiliki inovasi baru, sektor pertanian akan mampu bergeliat dan berswasembada pangan ke depannya,” tambahnya.
Kemudian dia memberikan contoh ketika pelaksaan Penas KTNA di Aceh beberapa waktu lalu, banyak tenaga-tenaga pertanian yang ada di demplot semuanya muda-muda. Bahkan pengetahuan tentang teknologi pertanian sangat bagus dan ini bisa dicontoh di Kutim.
Kutai Timur memiliki Sekolah Tinggi Pertanian (Stiper), diharapkan ke depan lulusan Stiper mau terjun di sektor pertanian. Dengan bekal teori yang diperoleh di kampus dan diterapkan atau digabungkan dengan praktek di lapangan, diharapan mampu menghasilkan produksi yang cukup bagus.
Hal ini juga sesuai dengan visi dan misi Bupati dan Wabup, tentang pengembangan sektor agribisnis dan agroindustri. “Jika alumni Stiper terjun di sektor pertanian membantu petani kita, saya yakin sektor pertanian dalam arti luas di Kutim akan menjadi andalan ke depannya,” kata Jumiril.