“Hasil penggalian dari goa-goa Merabu, Gunung Gergaji maupun di Goa Mangkuris masih tersimpan di galeri arkeologi pemerintah pusat,” kata Pindi.
Merdeka.com, Kutai Timur - Potensi kekayaan alam di Kutim menjadi daya tarik semua pihak. Salah satunya adalah pegunungan karst yang merupakan salah satu siut sejarah dan kini masuk di ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017. Sejumlah peneliti dari Perancis dan LIPI juga pernah melakukan penelitian di lokasi tersebut.
Salah satunya adalah DR Pindi Setiawan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda, selaku pemerhati karst juga pernah mendampingi peneliti dari Perancis mengakui, bahwa Goa Kars di kawawan Sangkulirang Mangkalihat sangat eksotis dan mengagumkan. Bahkan dia menilai, lukisan atau gambar cadas yang ada dalam goa itu berusia ratusan tahun.
Dia menyebut bahwa pihaknya telah mengusulkan Kawasan Sangkulirang Mangkalihat untuk diusulkan menjadi warisan dunia kepada UNESCO. Dengan masuknya tentative list UNESCO, menjadikan pihak BPCB Samarinda, sejak tahun 2013 lebih giat mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka mengangkat kawasan Sangkulirang Mangkalihat ini sebagai warisan dunia.
Lebih jauh dijelaskan, goa karst di Kalimantan saat ini belum ada satupun yang masuk nominasi dunia. Indonesia hanya punya warisan dunia berupa benda maupun non benda seperti Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, Borobudur, Prambanan dan lain sebagainya.
“Hasil penggalian dari goa-goa Merabu, Gunung Gergaji maupun di Goa Mangkuris masih tersimpan di galeri arkeologi pemerintah pusat,” sebutnya.
Selain itu, jika ingin wisata budaya bisa juga misalnya di desa Miau Baru, kecamatan Kongbeng. Wisata pantai di Sekerat, Teluk Lombok dan lainnya. Semua mesti diinventarisasi dan dibuat dalam satu buku tentang tujuan wisata Kutim.
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) memiliki komitmen kuat untuk melestarikan keberadaan goa karst Sangkulirang Tanjung Mangkalihat tersebut. Hal ini dibuktikan ketika Wakil Bupati (Wabup) Kasmidi Bulang melakukan ekspedisi ke goa karst Mengkuris di Karangan dan menginap di sana serta melakukan diskusi dengan berbagai elemen masyarakat.
“Saya setuju jika goa karst ini menjadi salah satu obyek wisata andalan Kutim ke depan. Kita harapkan masyarakat iktu menjaga kelestarian lingkungannya, agar turis yang datang juga senang,” kata Wabup.
Wabup Kasmidi yang didampingi isteri Hj Tirah Satriani terlihat semangat ketika melakukan perjalanan hingga sampai di goa. Wabup menjelaskan, menjelaskan inti dari perjalanan tim ekspedisi tersebut tidak lain untuk refreshing sekaligus mempromosikan potensi daerah khususnya goa karst sebagai salah satu destinasi wisata Kutim. Kemudian juga wujud kepedulian melakukan napak tilas untuk mengenang sejarah.
Menurut Wabup, dengan semakin dikenalnya potensi wisata prasejarah goa karst tapak tangan di Kutim tentunya akan menjadi kebanggaan tersendiri. Pastinya nanti bisa juga menjadi potensi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita,” sebut Kasmidi.
Hal sama juga dilakukan Bupati Kutim Ismunandar. Akhir bulan September hingga awal bulan Oktober, orang nomor satu di Kutim itu melakukan kunjungan ke goa karst Mengkuris bersama istri Hj Encek UR Firgasih dan sejumlah pejabat lingkup Pemkab Kutim ikut serta.
Ketika melihat kondisi goa karst dan melakukan diskusi bersama dengan elemen masyarakat setempat, Ismunandar sangat mendukung lokasi itu dijadikan destinasi wisata Kutim. Mantan Seskab Kutim ini juga mengaku kagum dengan keberadaan goa karst yang cukup eksotis dan layak dijadikan obyek wisata andalan ke depannya.
“Pada prinsipnya untuk kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, Pemkab Kutim tetap komitmen untuk menjadikan sebagai tujuan wisata, khususnya wisata adventure. Karena bentangan alamnya yang luar biasa dan tidak dimiliki daerah lain. Jadi harus tetap dijaga kelestariannya,” tegas Bupati Kutim Ismunandar.
Bupati Ismunandar saat mendekati gambar cadas telapak tangan begitu terkejut dan langsung takjub. Dirinya optimis sebagai pemangku kebijakan di Kutim bersyukur ada torehan prestasi dari peninggalan zaman leluhur Dayak Basap ini. Telapak tangan yang diperkirakan berusia 50.000 tahun (merujuk penelitian Arkeologi asal Australia) itu bisa memenangkan API 2017.