“Jika ini terlaksana, akan berdampak signifikan terhadap pembangunan,” kata Wabup Kasmidi Bulang.
Merdeka.com, Kutai Timur - Kemungkinan target optimalisasi penerimaan negara dari beberapa sektor, termasuk dari sektor pertambangan dan perkebunan hingga triwulan III tahun berjalan tidak bisa maksimal. Persoalan tersebut akibat lesunya perekonomian dunia secara global. Hal itu berimplikasi ke seluruh daerah, termasuk Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sebagai daerah penghasil.
“Pemerintah pusat berencana melakukan kebijakan penghematan (dengan cara) pemangkasan anggaran belanja secara nasional, dengan pukul pro rata semua daerah tanpa mempertimbangkan apakah itu daerah penghasil atau bukan. Wah, gawa Kutai Timur APBD-nya diasumsikan bakal terpangkas sekitar Rp 1,4 triliun tahun berjalan ini,” jelas Wakil Bupati Kasmidi Bulang saat memimpin rapat koordinasi di Ruang Meranti Kantor Bupati, Senin (8/8) lalu.
Pemangkasan itu tentunya akan berdampak signifikan terhadap program pembangunan yang sudah berjalan. Berikutnya juga akan ada koreksi terhadap mata anggaran di tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Namun demikian koreksi akan dikaji mendalam sehingga program prioritas tetap bisa berjalan.
“Jika benar-benar terealisasi, paling dulu perjalanan dinas akan dipangkas. Mengenai belanja pegawai termasuk besaran insentif akan dibahas secara khusus dengan tim terkait. Kami akan rapat terbatas dengan Bupati mengantisipasi hal tersebut,” ujarnya.
Wabup menerangkan bahwa Pemkab Kutim akan mencari alternatif sumber pendapatan asli daerah (PAD). Yakni dengan optimalisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah, potensi pariwisata termasuk biaya tambat kapal di pelabuhan. Untuk royalti sektor pertambangan dan perkebunan akan berkoordinasi dengan pihak Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
“SKPD sektor pertambangan dan perkebunan, saya instruksikan memberikan data akurat kepada Bupati mengenai laporan besaran royalti yang diserahkan ke Propinsi Kaltim, yang punya kewenangan sebagai konsekuensi UU (Undang-Undang) Otonomi Daerah yang baru. Kita akan koordinasi dengan propinsi secepatnya,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, Johansyah Ibrahim yang hadir pada rakor tersebut menjelaskan bahwa selama ini Kutim tidak pernah menerima retribusi atau biaya tambat kapal yang berlabuh di pelabuhan khusus KPC. Tiap tahun Kutim kehilangan potensi pendapatan antara Rp 30-40 miliar.
“Ini menjadi potensi luar biasa jika Pelabuhan Kenyamukan telah beroperasi. Karena ini pelabuhan khusus, maka kewenangan sepenuhnya ada pada Syahbandar, bukan di pemerintah daerah. Ya, potensinya bisa sampai Rp 30-40 miliar per tahun,” kata Johansyah, mantan Kabag Humas sembari menjelaskan bahwa Pelabuhan Kenyamukan rencananya sudah bisa beroperasi tahun 2017.