"Dari laporan masyarakat di lapangan memang cukup memprihatinkan. Kalau hanya sekedar rapat-rapat, tidak ada action akan sia-sia,” jelas Mugeni.
Merdeka.com, Kutai Timur - Meski telah dilakukan penertipan, namun sejumlah tempat hiburan malam (THM) hingga penutupan lokalisasi, diduga masih ada saja pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di Sangatta. Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) langsung melakukan rapat koordinasi sebagai evaluasi sekaligus penanganan terhadap izin THM yang masih menyediakan jasa prostitusi.
Rapat yang dipimpin Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Kabupaten Mugeni kali ini melibatkan beberapa pihak diantaranya unsur TNI, Kepolisian, Pengadilan dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait pengawasan kegiatan THM di Ruang Arau, Selasa(27/9 lalu.
Mugeni mengatakan bahwa di Sangatta sudah menjamur panti pijat dan THM. Menurutnya tidak menutup kemungkinan para terapis panti pijat adalah jebolan dari lokalisasi-lokalisasi yang telah ditutup.
"Dari laporan masyarakat kondisi di lapangan memang cukup memprihatinkan. Jadi kalau kita hanya sekedar rapat-rapat, tidak ada action-nya juga akan sia-sia,” jelas Mugeni.
Untuk itu dia meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) agar menghimpun data lengkap tiap-tiap PSK yang pernah diamankan. Seperti berita acara yang ditanda tangani, disertai foto copy KTP dari PSK. Sehingga begitu tim penertiban turun kembali ke lapangan dan menemukan PSK yang sama, Pemkab bisa tegas tidak memberi toleransi.
Dia mengakui, memang pekerjaan menertibkan PSK tidaklah mudah. Karena penyakit sosial masyarakat yang satu ini susah dihilangkan. Selalu saja ada walau sudah ditutup. Tetapi, sambung Mugeni, jika diam saja tanpa melakukan upaya pencegahan atau penertiban maka praktik prostitusi akan lebih merebak di Sangatta atau daerah lain di Kutim.
“Panti-panti pijat dan tempat-tempat karaoke, jika tidak ada ijinnya mohon maaf, kita hentikan," tegas Mugeni yang mantan Kepala Dinas Sosial.
Ditambahkan oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sangatta Juli Hartono SH, pada prinsipnya semua pihak mempunyai semangat yang sama, terkait bagaimana melakukan penertipan terhadap PSK.
“Penertipan (PSK) intinya sebenarnya adalah memberikan sanksi yang tegas. Dimulai dari payung hukum yang jelas berupa peraturan daerah (Perda) dan peraturan pemerintah lainnya,” kata Juli.
Selanjutnya untuk tindak pidana ringan sanksinya berupa denda dan kurungan, sesuai dengan aturan yang ada. Upaya penertiban juga harus sampai dengan penyelesaian yang tuntas. Dalam penindakan pelaku tindak pidana, ada dua tipikal praktik PSK. Diantaranya ada yang terorganisir seperti yang di lokalisasi yang dikoordinir mucikari. Berikutnya ada yang berkeliaran secara free land. Semua tindakan human trafficking atau praktik prostitusi PSK berdasarkan bukti kepolisian, bisa dilakukan tindakan penangkapan.
Rencananya setelah rapat ini, para pihak terkait akan lebih intens melakukan koordinasi dan komunikasi terkait pelaksanaan kegiatan penertiban tempat-tempat yang disinyalir sebagai tempat “esek-esek”. Diharapkan setelah penertiban dan penjatuhan sanksi tegas, penyakit sosial masyarakat tersebut dapat dihilangkan dari bumi Kutim.