“Kalau mereka (perusahaan) mau bangun pabriknya besok silakan, asal sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Ismunandar.
Merdeka.com, Kutai Timur - Gaung rencana pembangunan pabrik semen di Kutim sudah cukup lama terdengar. Bahkan memunculkan pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat, namun hingga sekarang belum ada tanda-tanda mengenai kelanjutan investasi yang padat modal tersebut.
Ketika digelar diskusi yang digagas Pemkab Kutim melalui Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Setkab Kutim, Selasa (18/10), di Gedung Serba Guna (GSG) Bukit Pelangi, masalah itu kembali mengemuka. Apakah rencana pembangunan pabrik semen di areal seluas 1.077 hektare di Desa Sekerat kecamatan Bengalon itu akan diteruskan atau tidak.
Bupati Ismunandar yang hadir dalam diskusi ilmiah tersebut mengatakan, pada prinsipnya Pemkab Kutim menyambut baik setiap investor yang datang untuk berinvestasi. Yang penting memiliki dampak positif terhadap perekonomian masyarakat serta sesuai regulasi yang ada di negeri ini.
”Sepanjang memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan sudah sesuai dengan aturan hukum serta kajian ilmiah yang berlaku kenapa tidak? (silakan lanjutkan). Kalau dari sisi kita (Pemkab Kutim) sudah tidak ada masalah, kan sudah diluar kawasan lindung geologi,” sebut Ismunandar.
Ia menambahkan sesuai dengan Perda (Perturan Daerah) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutim, peta areal PT Kobexindo Cement sudah tidak bermasalah. Bahkan apabila dibanding peta geologi dari Provinsi Kaltim 1:250.000.000, maka skala peta yang dimiliki Pemkab Kutim lebih rinci dengan skala 1:50.000. Artinya peta geologi Pemkab Kutim lebih detail dan sudah sesuai dengan standar pemetaan geologi yang ada.
“Kalau mereka mau bangun pabriknya besok silakan. Asal sesuai dengan regulasinya, silakan saja,” kata Ismunandar.
Menurut Bupati, setiap pembangunan pabrik tentu tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan. Untuk itu tentu pemerintah harus memilih dampak yang paling minimal. Selanjutnya terkait isu kerusakan lingkungan, hilangnya sumber daya air, abrasi pantai, kepunahan keanekaragaman hayati flora dan fauna, rusaknya hutan mangrove, serta pencemaran udara sudah menjadi kajian mendalam sebelum ada keputusan, lanjut atau tidaknya eksploitasi kawasan dimaksud.
Sementara itu Wakil Bupati Kasmidi Bulang yang juga mengikuti diskusi tersebut mengatakan pemerintah harus bijak melihat potensi peningkatan pendapatan daerah di luar minyak dan batubara. Dia berharap diskusi ilmiah kali ini menghasilkan solusi terbaik bagi masyarakat di Kecamatan Bengalon dan Kaliorang, Kutim pada umumnya.
Wabup berpendapat, perhitungan dampak minimal sudah diperhatikan sejak awal. Dengan begitu artinya progress pembangunan industri semen bisa saja dilaksanakan dikawasan dimaksud. Sebagai contoh dua industri semen di Kabupten Maros dan Pangkep bisa berjalan, meskipun disekitar lokasi pembangunan industri semen tersebut terdapat kawasan wisata Air Terjun Bantimurung yang menjadi pusat penelitian Kupu-Kupu dan Gua Karst Leang-Leang.
“Ini merupakan contoh yang bisa diadopsi di Kutim,” sebutnya.
Diskusi ilmiah ini dihadiri pakar Karst Prof Eko Haryono dari UGM Yogyakarta, DR Andiani dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim, Dinas Tata Ruang Kutim, BLH Kutim dan Kepala Desa Sekerat Forum Peduli Karst Sangkulirang-Mangkalihat dan pihak PT Kobexindo Cement.
Diskusi ini juga sekaligus membentuk tim kecil yang bertugas untuk melakukan kajian lebih dalam terkait dampak lingkungan maupun regulasi. Sehingga lahir rekomendasi yang tepat sebagai dasar apakah industry semen dikawasan itu bisa dilanjutkan atau tidak. Rekomendasi dimaksud nantinya akan ditujukan kepada Kementerian ESDM dan Gubernur Kaltim.