“Kita hanya memfasilitasi saja, karena selama ini hasilnya dibeli para tengkulak dengan harga murah,” kata Hormansyah.
Merdeka.com, Kutai Timur - Suasana di halaman kantor Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kutai Timur pada Rabu (26/4/2017) lalu tampak beda dari biasanya. Sejak pagi, sudah banyak para petani yang menggelar lapak untuk menjajakan hasil produk pertanian dari kebun mereka.
Setidaknya ada 22 petani yang menggelar lapak dagangan di halaman kantor tersebut. Bukan untuk demo, namun sengaja dilakukan, agar para petani terbantu bisa langsung menjual produk pertaniannya dengan masyarakat maupun kalangan pegawai secara langsung.
“Kita ingin membantu para petani bisa menjual langsung kepada konsumen hasil pertanian mereka. Kita hanya memfasilitasi saja, karena selama ini hasilnya dibeli para tengkulak dengan harga murah,” kata kepala DKP Hormansyah menjelaskan.
Pesertanya tak hanya petani perseorangan, namun dari kelompok tani mandiri dari Sangatta Utara, Teluk Pandan dan Bengalon. Ada juga perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD) seperti dari tim Disperindag, Koperasi beserta anggota Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kutim.
Kegiatan ini menurut Hormansyah, dilatarbelakangi semakin melambungnya harga bahan pangan pokok di pasaran berbanding terbalik dengan nilai jual hasil pertanian petani lokal yang masih rendah. Kemudian DKP mencoba mencari solusi efektif memberikan perlindungan konsumen mengatasi gejolak, untuk menggelar kegiatan ini tujuannya menyerap produk pertanian dalam sasaran stabilitas harga.
Dijelaskan, ide dilaksnakan Pasar Tani berawal dari aduan petani bernama Lasimin seorang petani kacang tanah yang menjual hasil pertaniannya Rp 8 ribu, namun di pasar induk bisa mencapai Rp 15 ribu. Begitu juga dengan tomat, petani hanya menjual kepada tengkulak Rp 4 ribu sedang di pasar mencapai Rp 8 ribu.
“Pasar Tani menjadi sarana ajang promosi membantu para petani Kutim memasarkan hasil pertanian dan olahan, mengingat selama ini petani kita kesulitan dalam menjual,” jelasnya.
Horman, panggilan akrab mantan Sekretaris Disbun ini menambahkan sebagai warga Kutim harus bangga dengan makanan produk lokal. Contohnya saja ketika ada kegiatan suatu cara panitia membutuhkan snack, dari sini bisa dikenalkan dengan menjual olahan pangan khas Kutim.
“Selama ini kebanyakan makanan berasal dari tepung terigu seharusnya sudah mulai dikurangi karena kita melirik bahan makanan lain yang memiliki nilai jual tinggi misalnya seperti jagung maupun ubi,” tambahnya.
Sementara itu Jumairilsyah Staf Ahli Bupati menuturkan sudah selama 17 tahun Kutim berdiri tidak pernah ketinggalan dalam pengoptimalan hasil bahan pangan lokal. Kutim dengan 80 persen warganya bermukim di areal pedesaan sebagian besar bermata pencaharian petani masih dalam keadaan pas-pasan soal kesejahteraan ekonomi.
“Lapangan pekerjaan terbatas ditambah produk pertanian cenderung tidak bisa mengakses harga pasaran, akibatnya harga menurun ketika produksi pertanian melimpah dan kesulitan untuk memasarkan. Nah, bagaimana hasil pertanian ini bisa dipasarkan? Caranya perlu kerja keras dengan menggerakkan semua sektor. Contohnya bekerja sama dengan Disperindagkop dalam mengemas produk hasil pangan dengan baik melalui media sosial dan sebagainya,” katanya
Mantan Kepala Badan Penyuluhan ini menambahkan Kutim juga harus punya alat mengontrol kualitas pangan yang hasilnya nanti bisa digunakan menambah Pasar Tani lebih efektif sebagai pusat pemasaran hasil pangan Kutim. “Kita bisa mencontoh Surabaya, yang mendirikan super market khusus petani,” katanya.