1. KUTAI TIMUR
  2. KOMUNITAS

Petani diajak menjual produknya lewat dunia maya secara online

“Sayangnya, petani lokal tak bisa menentukan harga sendiri, karena masih ikut harga di luar negeri,” kata Aznan.

Suasana diskusi tentang teknologi informasi yang bisa membantu petani untuk menjual produknya lewat online di dunia maya atau internet secara langsung. ©2017 Merdeka.com Reporter : Ardian Jonathan | Sabtu, 03 Juni 2017 16:58

Merdeka.com, Kutai Timur - Hasil dan produk pertanian apakah bisa dijual melalui online? Tentunya bisa. Hal itu sudah dibuktikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Aceh yang melakukan perintisan menjual online kepada masyarakat. Meski peminatnya tidak sebanyak jualan onlie swasta kebanyakan.

Penjualan online hasil dan produk pertanian itu, diketahui saat pelaksanaan Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan di Banda Aceh beberapa waktu lalu. Bahkan peserta juga diberikan kesempatan untuk menggaet pembeli lewat layanan teknologi informasi tersebut.

Dalam forum temu usaha agribisnis di sektor pertanian, kelautan, perikanan dan kehutanan, banyak petani yang mengikutinya. Termasuk salah satunya adalah Aznan petani asal Bengalon, Kutai Timur. Namun dia menyayangkan, penentuan harga jual melalui online tersebut masih berpatokan di luar negeri.

“Petani lokal tak bisa menentukan harga sendiri, karena masih ikut harga di luar negeri. Jika produk banyak dan harga murah, tentunya petani yang dirugikan,” kata Aznan.

Yang memprihatinkan adalah, kenapa Indonesia tidak bisa menentukan harga sendiri dan mengikuti harga di luar negeri. Sudah seharusnya, produk pertanian Indonesia bisa ditentukan sendiri harganya oleh petani yang mau menjualnya.

Dia sangat mengapresiasi penjualan melalui online tersebut. Hal ini bakal berdampak baik kepada para petani dan nelayan, karena akan memudahkan dalam penjualan produk pertanian yang telah dihasilkannya secara online.

Petani sawit dan karet asal Bengalon, ini menganggap apa yang diterapkan sistem jaringan online oleh DJKN sudah sangat bagus. Terutama dalam penerapan penjualan pertanian lebih cepat dan terarah. Namun dia mengkritisi kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian RI, karena masih mengikuti kebijakan harga yang dihasilkan pihak luar negeri dan mengapa bukan Indonesia. Hal itu menurutnya menjatuhkan harga di pasar lokal dan Indonesia bisa dikatakan belum mandiri dalam menentukan harga standar nasional.

"Contohnya harga karet hingga kini yang menentukan Amerika, alangkah baiknya harga ini kita (Indonesia) bisa menentukan sendiri. Jadi ada kebanggaan petani lokal menentukan dalam kesejahteraan hidupnya. Indonesia, khususnya dunia pertanian, saya prediksi akan bangkit jika mampu menentukan harga sendiri. Ini bagian identitas sebagai Negara lumbung pangan, harus segera ada perubahan," tegas Aznan.

Sebelumnya, Angga Wahidi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengajak petani menjual produk pertanian lewat aplikasi online milik negara secara digital sesuai tema transformasi yang digaungkan pemerintah.

"Ini membantu petani menjual dagangan berbasis internet mudah dan tidak sulit diterapkan. Hasilnya percepatan pembelian produk oleh calon pembeli. Dalam meningkatkan pelayanan online aplikasi ini dijamin Negara, namun syaratnya petani yang mendaftarkan jualan hasil taninya wajib ada. Bukan dijual ke pasar tetapi di internet," tutur Angga.

Dia menjelaskan DJKN mempunyai 70 kantor tersebar di seluruh Indonesia. Bedanya aplikasi ini dibanding yang lain yakni penggunanya hanya 4 juta (info update 2017). Berbeda dengan situs aplikasi jual barang online milik swasta jumlah anggota ratusan juta. Karena punya Negara, maka tidak berorientasi atau tidak mengambil keuntungan.

Angga menjamin semua ada, yakni ada dua hal permohonan pengajuan jika para petani memasarkan produk andalannya. Yaitu berapa jual terendahnya dan kedua harus perhatikan barang yang dijual dalam keadaan tidak rusak. “Untuk diketahui dalam skema kerja sama ini DJKN sebagai perantara memperoleh bagian hasil keuntungan, yakni sekali laku barang dibeli, DJKN mendapatkan satu setengah persen,” kata Angga.


(AJ/AJ)
  1. IPTEK
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA