“Jika satu hektar diberi dua ekor sapi dan di Kutim tanaman sawit rakyatnya seluas 20.000 hektar, sapinya sebanyak 40.000 ekor,” kata Ismunandar.
Merdeka.com, Kutai Timur - Kecamatan Rantau Pulung yang memiliki potensi lahan perkebunan kelapa sawit dinilai bisa dikembangkan menjadi pusat bio industri berintegrasi sawit dan ternak. Sebab, masyarakatnya juga tekun berkebun dan beternak, sehingga tidak mengalami kesulitan untuk mengembangkan sektor yang satu ini.
Melihat potensi seperti itu, Pemerintah Kutai Timur bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mulai mengembangkan bio industri berbasis integrasi sawit dan ternak sapi. Sabtu (12/11) lalu, program ini diluncurkan di Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Rantau Pulung.
Bupati Kutim Ismunandar yang membuka pencanangan pengembangan bio industry berintegrasi sawit dan ternak itu, mengaku optimis, program ini bakal berhasil. Sebab, potensi di Rantau Pulung masih terbuka luas mengenai pengembangan hal ini.
“Jika satu hektar (diberi) dua ekor sapi dan untuk Kutai Timur tanaman (sawit) rakyatnya ada sekitar 20.000 hektar, jadi sapinya sebanyak 40.000 ekor. Dengan plasmanya 88.000 terintegrasi dengan 168.000 ekor sapi. (Jika berkembang baik), kita tidak mikir lagi untuk mendatangkan sapi dari Sulawesi dan Pulau Jawa untuk lebaran haji,” sebut Ismu sambil membayangkan kemajuan program dimaksud bisa terwujud.
Selanjutnya Ismu juga membayangkan jika Rantau Pulung dijadikan sentra untuk program ini, berarti masyarakat Kutim apabila mencari sapi tinggal datang ke Kecamatan Rantau Pulung saja. Ismu optimis program ini dapat berhasil di Rantau Pulung karena alasan cukup tersedianya lahan perkebunan kelapa sawit. Jika tersedia sapi sebanyak 3000 ekor dan lahan sawit 20.000 hektar, berarti Rantau Pulung masih memiliki kesempatan untuk memelihara 37.000 ekor sapi.
Dijelaskan Ismu, kepemimpinan antara dirinya dengan Wabup Kasmidi Bulang memiliki visi dan misi menuju kemandirian dengan mengembangkan agribisnis serta agroindustri. Pada program ini desa didesain untuk membangun desanya sendiri. Bisa dikatakan desa membangun mengajak masyarakat desa untuk merencanakan, mambangun hingga menikmati hasil pembangunan di desanya sendiri.
“Hari ini kita bisa melihat bagaimana 53 ekor sapi dapat menghasilkan 5-8 galon pupuk organik cair perhari. Dari kotorannya di jadikan kompos 8 karung dengan berat 25 kilogram (kg) per karung per hari,” jelasnya mencontohkan.
Artinya dengan biaya yang murah didukung potensi makanan ternak yang banyak yakni limbah sawit diharapkan program pertanian terintegrasi ini bisa berkembang dengan baik dan bermanfaat untuk kemajuan perekonomian masyarakat Kabupaten Kutim.
Kepala BPTP Provinsi Kaltim Muhammad Hidayanto menjelaskan pihaknya akan mengembangkan model pertanian bio industri. Model pertanian bio industri yang di Kecamatan Rantau Pulung basisnya adalah integrasi antara sawit dan sapi. Dan, Kabupaten Kutai Timur menjadi penyokong utama untuk program nasional.
"Kotoran ternak bisa kita bikin pupuk kandang, kemudian urinnya bisa sebagai pupuk bio urin yang kita buat sedemikian rupa. Sehingga ke depannya bisa menjadi industri di Kecamatan Rantau Pulung," jelasnya.
Camat Rantau Pulung Poniso Suryo Renggono menjelaskan, Kelompok Tani Sumber Rejeki merupakan kelompok tani teladan se-Kabupaten Kutim dan nomor tiga untuk kelompok tani teladan se-Provinsi Kaltim.
"Dengan adanya launching model pengembangan bio industri ini kelompok tani Sumber Rejeki bisa memproduksi dan bisa dijadikan tambahan penghasilan warga Kecamatan Rantau Pulung,” sebutnya.
Selain itu juga menjadi industri pupuk kompos terbaik di Kabupaten Kutim sesuai dengan visi Misi Pemkab Kutim. Dia menyebut program ini merupakan bagian dari industri rumahan di Kecamatan Rantau Pulung. Dengan bahan baku yang diambil dari ternak-ternak sapi, yang tersebar di Kecamatan Rantau Pulung.
Menurut Poniso, Kecamatan Rantau Pulung sudah memiliki UPT Holtikultura yang membawahi tiga kecamatan. Dari hasil pupuk kompos bio industri bisa dimanfaatkan oleh para petani organik yang tergabung di dalamnya. Potensi bio energi atau bio massa industri sapi adalah faces dan urine yang dipandang sebagai salah satu sumber energi terbarukan dan merupakan sumberdaya bahan bakar.
“Dengan dikembangkannya model pertanian berbasis sawit dan ternak sapi, tentunya dapat meningkatkan nilai tambah produksi dan beberapa hasil dari usaha masing-masing. Program ini sekaligus meminimalkan input atau outcome ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tambah Poniso.