1. KUTAI TIMUR
  2. SENI BUDAYA

Putra Rantau Pulung, ciptakan film Diary of Sara yang menasional

“Pemain yang terlibat sekitar 19 orang dan film ini bercerita tentang pengidap penyakit HIV AIDS,” jelas Hendra Wijaya.

Artis pendukung film diary of sara ikut nonton bareng di Gedung Serba Guna bersama sejumlah pejabat dan masyarakat. ©2016 Merdeka.com Reporter : Ardian Jonathan | Senin, 26 Desember 2016 04:36

Merdeka.com, Kutai Timur - Untuk berbuat sesuatu yang besar tidak harus berada di ibukota Negara. Salah satu contoh adalah Hendra Wijaya, yang merupakan putra asli kecamatan Rantau Pulung, mampu menelorkan karya yang mampu mengangkat daerah ini ke kancah nasional, melalui sinematografi, yakni film berjudul ‘Diary of Sara”.

Karya seni yang diciptakan Hendra ini menjadi momentum yang baik untuk menggugah warga Kutim agar mau berkarya dalam bentuk apa pun, sehingga memiliki manfaat bagi masyarakat banyak. Bukan hanya di politik saja putra Kutim berjaya di kancah nasional seperti Mahyudin yang saat ini menjai Wakil Ketua MPR RI.

Banyak cara bisa dilakukan, seperti yang saat ini dimiliki Hendra Wijaya dengan memproduksi sebuah film yang cukup apik dan menggugah masyarakat. Bakat yang dimilikinya terus dituangkan, hingga mewujudkan sebuah seni yang bisa dinikmati semua anak bangsa.

Film yang secara garis besar menceritakan bahaya HIV AIDS berikut bagaimana menyikapi para penderitanya ini semakin kental nuansa Kutim karena melibatkan artis putra putri dari daerah ini. Tergabung dalam Best Production dan didukung oleh rumah produksi nasional, Dawai Cinema Production. Hendra mengatakan sebelum film itu diproduksi, beberapa bulan yang lalu ia memulai penulisan, persiapan mencari aktor dan aktris hingga mempersiapkan pra produksi dan produksi.

“Pemain (aktor dan aktris) yang terlibat total kurang lebih 19 orang. Di luar dari pemeran figuran-figuran yang ada. Film ini bercerita tentang pengidap penyakit HIV AIDS,” jelasnya saat launching film pukul 16.00 Wita di Gedung Serbaguna, Senin (19/12/2016) lalu.

Film dibuat sebagai suatu pesan kepada masyarakat bahwa orang yang terkena HIV itu tidak perlu dijauhi, khususnya keluarga terdekat. Karena cara penularannya pun tidak seperti penyakit-penyakit yang lain. Karya ini juga merupakan wujud kampanye hari AIDS sedunia. Hendra mengaku masih akan mengerjakan project film lainnya. Masih mengangkat potensi film daerah, salah satunya tentang kebudayaan Dayak. Seperti tentang profil mantan Wakil Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh di Samarinda. Ada sekitar empat film yang rencananya akan dibuat. Khusus untuk biaya produksi film Diary of Sara sendiri, mencapai sekitar kurang lebih Rp 600 juta.

"Semoga dengam adanya film Diary of Sara ini membangunkan para sineas Kalimantan Timur untuk bisa berkarya terutama di bidang perfilman. Karena untuk kualitas adik-adik yang ada di daerah tidak kalah dengan yang ada di kota-kota besar. Hanya tinggal wadahnya saja, karena kita butuh wadah untuk mengasah keterampilan mulai dari bakat akting sampai dengan sinematografi,” kata Hendra yang asli Dayak ini.

Film ini menurut Hendra yang menjadi media untuk menunjukkan bahwa sebenarnya pemuda di Kaltim juga bisa dikenal lewat karya sinematografi. Sehingga Kaltim tidak hanya dikenal karena batubara dan sawit atau industry kayunya saja.

Jhony Van Landaf yang merupakan direktor of photography film Diary of Sara menambahkan, untuk produksi film ini dibutuhkan waktu kurang lebih 10 hari. Mengambil lokasi syuting di sekitar Ibukota Sangatta, seperti kampus Stiper, SMA 2, Perkantoran Bukit Pelangi, rumah kepala adat besar H Abdal Nanang dan beberapa cafe. Selain artis ibukota Jakarta, pemain film ini sebagian adalah pemuda pemudi Sangatta berjumlah sekitar 10 orang dan sebagian lainnya dari Kota Bontang.

“Termasuk sutradaranya merupakan warga Kutai Timur, tepatnya Kecamatan Rantau Pulung,” katanya.

(AJ/AJ)
  1. Info Kutai Timur
  2. Seni dan Budaya
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA