“Jika dikaji ulang, tentunya ada pembagian secara proporsional antara daerah penghasil migas dengan bukan penghasil,” kata Mugeni.
Merdeka.com, Kutai Timur - Regulasi atau aturan skema dana perimbangan bagi hasil minyak dan gas perlu dikaji ulang. Sebab, selama ini daerah penghasil migas belum begitu sepenuhnya merasakan manfaatnya.
“Jika dikaji ulang, tentunya ada pembagian secara proporsional antara daerah penghasil migas dengan bukan penghasil. Kutai Timur dan Kaltim pada umumnya selaku daerah penghasil migas, saat menerima dana bagi hasil masih relatif sedikit, jika dihitung dengan hasil yang dikeruk dari bumi Kaltim,” kata Asisten Pemerintahan Umum dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Kutim Mugeni.
Mugeni mewakili Bupati Kutim Ismunandar pada 26 dan 27 April lalu mengkuti rapat kerja kepala daerah penghasil migas se-Indonesia. Kegiatan itum diikuti 53 daerah penghasil migas, termasuk Kutim. Kegiatan itu digelar di hotel Inna Grand Bali Beach .
Rapat kerja ini mengusung tema “Optimalisasi Potensi Migas Daerah Untuk Memperkuat Ketahanan Energi Daerah, Pendapatan Daerah dan Nasional”. Sedianya Raker Asosiasi Daerah Penghasil Minyak dan Gas (ADPM) ini mengundang 90 daerah daerah yang tergabung dalam ADPM, namun hanya 53 Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Setelah pertemuan, Asisten Pemkesra Mugeni menyimpulkan bahwa manfaat potensi migas belum sepenuhnya dirasakan oleh daerah penghasil. Khususnya daerah sekitar lokasi migas berada. Dijelaskan, regulasi skema perimbangan dana bagi hasil sebaiknya dikaji ulang dengan memberikan porsi yang lebih baik kepada daerah penghasil.
Dia menyebut masyarakat di sekitar lokasi penambangan seharusnya mendapat atensi utama atau prioritas pembangunan. Mugeni menambahkan, saat ini banyak daerah masih sangat tergantung dengan dana bagi hasil. Artinya, jika proporsi pembagian antara pusat dan daerah bisa lebih baik diyakini pembangunan di daerah bisa mengejar ketertinggalan. Sehingga pada akhirnya bisa memperkuat ketahanan nasional.
Selanjutnya terkait belum maksimalnya dana bagi hasil yang diperoleh daerah penghasil, juga disebabkan oleh banyaknya aturan dalam bisnis pengelolaan migas. Untuk itulah, kata Mugeni, reformasi birokrasi harus di sederhanakan guna menarik investor asing. Rentang birokrasi panjang dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sedikit banyaknya menyebabkan minat investasi migas di Indonesia turun dibandingkan kawasan Asia Tenggara lainnya.
"Indeks pertumbuhan investasi migas di Indonesia jauh di bawah Negara-negara lainnya di kawasan ASEAN. Indonesia masih di bawah Malaysia, Thailand dan Vietnam," ujar Mugeni mengutip pernyataan Dirjen Migas Kementerian ESDM RI Prof Wiraadmaja Budja saat menyampaikan paparannya sekaligus membuka raker ADPM.
Rapat kerja ADPM juga dihadiri oleh Ketua Komite II, Parlindungan Purba, sekjen ADPM Prof Anang Bachtiar, Kementerian Keuangan RI, SKK Migas, Dewan Energi Nasional,serta perwakilan beberapa daerah penghasil migas.