“Biar cepat beroperasi prioritaskan kawasan inti KIPI Maloy I seluas 1.007,08 hektar itu,” kata Ismunandar.
Merdeka.com, Kutai Timur - Guna mempercepat pelaksanaan proyek Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy, diperlukan infrastruktur penunjang lainnya. Bahan kawasan itu bakal mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy ke depan.
Salah satu infrastruktur yang diperlukan adalah listrik, sehingga kawasan industri tersebut bisa berkembang lebih cepat. Untuk investasi infrastruktur listrik diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp 649,6 miliar. Jika terpenuhi, kawasan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) ini bakal menjadi incaran banyak pihak, untuk mendirikan industri di sana.
Guuna mempercepat hal itu. Pemprov Kaltim melalui perusahaan daerah ketenagalistrikan lantas menggelar pertemuan dengan Bupati Kutai Timur (Kutim) dan jajaran instansi terkait untuk memaparkan tentang Pengajuan Peta Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Lisrik di KEK Maloy, yang dilaksanakan Rabu (23/8) lalu.
Bupati Ismunandar yang memimpin pertemuan tersebut mengajak Perusda Kelistrikan untuk fokus pada kebutuhan listrik di KIPI Maloy I, kemudian menyusul pengembangan KIPI Maloy II. Langkah ini diperlukan, agar pembangunan industri di kawasan itu bisa lebih dipercepat.
“Biar cepat beroperasi prioritaskan kawasan inti KIPI Maloy I seluas 1.007,08 hektar itu. Nanti bila sudah berjalan bisa dikembangkan ke kawasan KIPI Maloy II seluas 4.288,20 hektare,” pinta Ismu, panggilan akrab mantan Seskab Kutim ini.
Direktur Perusda Kelistrikan Kaltim Abdurrahman, menjelaskan, kebutuhan listrik di KIPI Maloy yang disusun oleh DED Maloy beserta Bappeda Provinsi Kaltim mencapai 60,85 kVA. Dengan cakupan kebutuhan industri sebesar 55,50 kVA, infrastruktur 4,12 kVA, fasilitas umum 0,79 kVA dan fasilitas pendukung sebesar 0,44 kVA.
“Nanti rencananya ada pembangunan beberapa sistem pembangkit. Karena Maloy merupakan kawasan industri, sehingga listrik tidak boleh mati. Jadi nanti ada PLTU dengan kapasitas 2x100 MW investasinya diperkirakan Rp 405 miliar, ada PLTBm (biomas) kapasitas 5x1 MW dengan investasi sebesar Rp 168,7 miliar yang menggunakan cangkang kelapa sawit maupun pome (limbah cair) serta tenaga diesel untuk backup industri kapasitas 10x1 MW,” jelasnya merinci.
Dia menyebut nilai investasinya ditaksir Rp 26,89 miliar yang tidak boleh mati. Sedangkan untuk jaringan dan transmisi di estimasikan membutuhkan biaya sebesar Rp 49 miliar. Meski demikian, dana sebesar itu bukan menjadi tanggungan Pemkab Kutim, melainkan dikerjakan dengan pola kerjasama.
Dijelaskan Abdurrahman, Perusda Ketenagalistrikan Kaltim sebagai pemilik wilayah usaha, akan bekerjasama dengan investor. Kemudian investor tersebut yang membangun. Setelah itu, penjualan listrik dilakukan melalui pembicaraan dengan pihak pemerintah atau PT PLN. Kerjasama seperti itu pernah dilakukan di wilayah usaha Kariangau.
“Di Kaltim baru satu, yakni di Kariangau Balikpapan. Jadi pelaku industri setempat membeli listrik yang dibangun oleh investor bersama Perusda Kelistrikan Kaltim,” ujar Abdurrahman.