"Kali ini pertemuan keempat. Ketika dicari asal muasalnya, ternyata akibat ada aktifitas di darat berupa perkebunan kelapa sawit,” kata Kasmidi.
Merdeka.com, Kutai Timur - Tindakan tegas yang diberikan pemerintah Kutai Timur terhadap perusahaan yang dinilai ‘nakal’ lantaran tak memenuhi ketentuan, perlu diacungi jempol. Sebab, masyarakat yang dirugikan lantaran terganggu dalam melakukan aktivitas, bahkan matapencahariannya ikut terputus.
Adalah PT Kemilau Indah Nusantara (KIN) yang beroperasi di wilayah kecamatan Bengalon, diduga telah membuang limbah ke sungai Bengalon. Akibatnya, air yang biasa dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan kehidupan keseharian, tak bisa dimanfaatkan. Hal ini sudah dilakukan penelitian dan identifikasi di lapangan oleh tim dari Dinas Lingkungan Hidup serta aparat penegak hukum terkait lainnya.
Hasil kajian dan identifikasi dugaan pencemaran itu, Rabu (11/1/2017) lalu dibeberkan di depan manajemen perusahaan yang berlangsung di Hotel Akmani, Jakarta. Pertemuan itu dipimpin langsung Wakil Bupati (Wabup) Kasmidi Bulang didampingi Asisten pemerintahan dan kesra Sekkab Mugeni, Kepala dinas Lingkungan Hidup Encek Rifaddin Rizal, Ketua Komisi I DPRD Kutim Agiel Suwarno, Kasatreskrim Polres Kutim AKP Andika Dharma Sena serta tim identifikasi Dinas LH.
"Kali ini pertemuan keempat, hasil identifikasi, intinya sungai Bengalon tercemar. Ketika dicari asal muasalnya, ternyata akibat ada aktifitas di darat berupa perkebunan kelapa sawit. Imbasnya, juga dirasakan masyarakat tidak bisa memanfaatkan air sungai. Hasil perikanan juga menurun drastis dan masyarakat setempat pun kesulitan untuk bekerja di perkebunan," kata Wabup di ruang pertemuan.
Hasil temuan tersebut menurut Kasmidi sudah melalui rangkaian penelitian dari hulu hingga hilir sungai. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, Pemkab Kutim harus menjatuhkan sanksi pada pihak perusahaan. Untuk selanjutnya melakukan perbaikan di wilayah operasionalnya.
Salah seorang tim identifikasi dari Dinas Lingkungan Hidup Dewi, mengatakan, dari hasil kajian berdasarkan analisis yuridis PT KIN melakukan kegiatan pada kesatuan hidrologis gambut yang mengakibatkan tereksposnya kandungan pirit pada lahan. Hal ini berdampak pada peningkatan keasaman di hilir Sungai Bengalon.
“Berasarkan hal itu, perusahaan dinilai melanggar ketentuan pasal 69 ayat 1 huruf a Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal itu disebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan, yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup,” jelasnya.
Selain itu pihak perusahaan telah membuat saluran drainase yang berfungsi untuk mengeringkan lahan. Hal itu melanggar ketentuan pasal 26 Peraturan Pemerintah 71 tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang membuka lahan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung, membuat drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar lahan gambut dan atau melakukan kegiatan yang mengakibatkan terlampauinya baku kerusakan ekosistem gambut.
"Perusahaan juga belum memiliki sarana tanggap darurat pengendalian pencemaran air," ujar Dewi.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala D Lingkungan Hidup Kutai Timur, Encek Rifaddin Rizal mengatakan dengan kenyataan itu, pastinya ada sanksi yang diberikan pada perusahaan. Di antaranya harus melakukan identifikasi kandungan pirit dan kedalaman lapisan pada masing-masing blok di lokasi perkebunan. Pengisolasian area dengan sedimen yang mengandung pirit yang telah terekspos dan mengalami oksidasi.
Kemudian tambahnya, pihak perusahaan harus mengatur level air pada drainase sesuai dengan kedalaman kaya akan sulfide dan memastikan lapisan harus tetap terendam. Menutup sementara pintu drainase sampai memenuhi baku mutu. Mengelola air drainase sebelum dialirkan ke Sungai Bengalon dengan baku mutu berdasarkan hasil kajian dari ahli.
“Membuat embung/waduk yang berfungsi sebagai sumber cadangan air. Membangun Irigasi, membuat kajian dampak pencemaran sungai Bengalon. Memberikan bantuan pembinaan peningkatan ekonomi masyarakat terkena dampak pencemaran,” jelasnya.
Senada, Ketua Komisi 1 DPRD Kutim Agiel Suwarno juga menginginkan ada kompensasi yang jelas dan sesuai dari pihak perusahaan. Minimal sungai yang ada bisa pulihkan kembali. Berikut kompensasi yang riil, sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Jika mata pencaharian di bidang perikanan hilang, maka harus memberi kompensasi untuk perikanan masyarakat. Seperti membangun keramba ikan sebagai indikator kualitas air sungai.
Kasatreskrim AKP Andika Dharma Sena menambahkan lingkungan hidup merupakan atensi dari Kapolri. Tak beda jauh dengan masalah kebakaran hutan dan lahan. Namun dia mengaku untuk pemberian sanksi sepenuhnya merupakan kewenangan Pemkab. Untuk itu pihaknya hanya akan membantu mengawal kasus ini agar tidak berlarut-larut.