1. KUTAI TIMUR
  2. INFO KUTIM

Perusahaan asing merampok SDA dan mempermainkan pajak di Indonesia

“Saya tujuh tahun bekerja di kontraktor perusahaan asing. Seperti saya bilang, bukan lagi dalam tataran teori, tapi aplikasi,” kata Ichsanuddin.

Peserta seminar masalah ekonomi neoribelalisme di Gedung Serba Guna Bukit Pelangi, sabtu (24/9) antusias mendengarkan paparan dari pembicara tunggal Ichsanuddin Noorsy. ©2016 Merdeka.com Reporter : Ardian Jonathan | Minggu, 25 September 2016 08:25

Merdeka.com, Kutai Timur - Pakar ekonomi Indonesia, Ichsanuddin Noorsy saat berbicara pada senimar  ekonomi nasional di kota Sangatta yang bertajuk “Ekonomi Neoliberalisme dalam Kerangka Ekonomi Konstitusi”, Sabtu (24/9) kemarin, banyak mendapat pertanyaan dari peserta yang sebagian besar kalangan mahasiswa. Meski demikian, pengamat ekonomi itu menjawabnya dengan lugas dan tegas tapi santai.

Melalui seminar ekonomi nasional seperti itu, memberikan  wawasan bagi kalangan mahasiswa, terutama di Kutai Timur. Dengan dihadirkannya pembicara nasional sekaliber Ichsan, diharapkan peserta yang sebagian besar mahasiswa mampu menyerap ilmu saat seminar tersebut.

Menurut  sekertaris panitia, Wiriyadi, peserta seminar cukup antusias mengikutinya. Hal ini terbukti mencapai 400 orang lebih. Jumlah itu belum termasuk peserta yang mendaftar saat hari ‘H’ yang mencapai 121 lebih.
Dikatakan Wiriyadi, kehadiran perserta seminar selain mendapatkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan acara. Peserta juga memperoleh sertifikat sebagai bukti kepesertaan dalam mengikuti seminar.  Karena sebagian dari mahasiswa, sertifikat itu akan bermanfaat dan berguna dikemudian hari.

Ichsan yang menjadi pembicara tunggal pada seminar tersebut, banyak menyoroti berbagai kebijakan menyangkut ekonomi neoliberalisme, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Termasuk menjelaskan mengenai tax amnesty atau pengampunan pajak.

Menyangkut kebijakan pemerintah mengenai tax amnesty atau pengampunan pajak yang ditanyakan salah seorang peserta seminar, Ichsan, panggilan akrabnya mengatakan,  perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia tidak hanya merampok Sumber Daya Alam (SDA), tetapi merampok dengan cara mempermainkan pajak.

“Saya tujuh tahun bekerja di kontraktor perusahaan asing. Seperti saya bilang, bukan lagi dalam tataran teori, tapi aplikasi,” ujarnya.

Persoalan lain dalam tax amnesty kata Ichsanuddin, adalah kejujuran. Karena bersifat self assessment, sangat mungkin laporan harta yang kena pajak tidak sesuai dengan kenyataan.  Apalagi, banyak asset orang Indonesia yang tersembunyi di negara lain, seperti di Singapura, yang jadi surga asset properti orang Indonesia.

Ichsan menjelaskan, tren pengampunan pajak dimulai oleh Amerika Serikat (AS) di periode pertama Presiden Barrack Obama. Karena terlilit krisis keuangan, pemerintah menggenjot pajak harta warga AS yang tidak terdata.
Saat itu, tambah mantan anggota DPR RI ini, AS melibatkan instansi penegak hukum untuk menghadapi pengemplang pajak. “Ada tiga instansi, justice, IRS, dan FBI. Selain itu, pemerintah Amerika juga menjalin kerjasama dengan negara lain untuk mencari asset warga Amerika di luar negeri. Pertanyaannya apakah pemerintah  Indonesia juga melakukan itu.

(AJ/AJ)
  1. Info Kutai Timur
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA