1. KUTAI TIMUR
  2. SENI BUDAYA

Karya putra Kutim 'Sedeng Sang' tembus ke festival film Internasional

“Karya film ini juga bisa menjadi pelecut branding promosi (potensi) Kutim, dan ini patut kita apresiasi dengan baik,” ujar Ismunandar.

Bupati Ismunandar ketika memberikan sambutan pada acara nonton bareng film sedeng sang yang menembus festival film internasional, karya anak Kutim. ©2017 Merdeka.com Reporter : Ardian Jonathan | Selasa, 14 Maret 2017 05:20

Merdeka.com, Kutai Timur - Masyarakat Kutai Timur (Kutim) patut berbangga hati, pasalnya seorang putra asli daerah bernama Rakhmad Maulana Ramadhan, berhasil mengharumkan nama daerah dengan karya film berjudul “Sedeng Sang” di Los Angeles Indonesian Film Festival atau sebuah ajang kontes Short Movie International. Film ini masuk dalam seleksi 10 film pilihan yang diputar di Negeri Paman Sam tersebut.

Sedeng Sang diambil dari bahasa Dayak Wahea yang berarti keinginan dari hati. Sinematografi karya anak bangsa ini diputar dalam gala premier nonton bareng di Rumah Makan Diponegoro, Jalan Poros Sangatta-Bontang Km 4, Minggu (13/3/2017), sejak pukul 20.00 wiTa. Disaksikan langsung Bupati Kutim Ismunandar, Wakil Ketua II DPRD Kutim Encek Firgasih, Sekretaris Kabupaten (Seskab) Irawansyah, pejabat Esselon III dan IV Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata dan beberapa undangan lainnya. Seperti pelajar, komunitas, serta masyarakat.

Penayangan film ini mengangkat cerita tentang konflik bapak dan anak berlatar perjuangan pendidikan, keluarga dan sosial di Desa Nehes Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau. Berdurasi 19 menit 20 detik berfokus dengan karakter Khairul Adha sebagai anak dan Pak Be Get yang tak lain sang ayah. Sutradara Rakhmad Maulana Ramadhan atau akrab dipanggil Allan mencoba memberikan sajian jalinan cerita utuh dan ringan lewat pesan singkat ketika orang yang menonton punya persepsi masing-masing.

Setelah menonton Bupati Ismunandar mengapresiasi tinggi “Sedeng Sang” menjadi sebuah karya original putra asal Sangatta.  Ismu mengaku cukup berbangga dengan lahirnya generasi emas anak-anak muda yang kreatif khususnya dalam bidang sinematografi (perfilman) yang mampu berbicara di ajang festival film luar negeri. Ini menjadi contoh menularkan prestasi tak berhenti sampai di sini, terus melahirkan ide-ide segar mengangkat nama daerah lewat sajian audio visual.

“Atas nama Pemkab Kutim, film ini mampu menghasilkan gambaran cerita kehidupan warga asli Dayak Wahea di pedalaman Kutim. Ketika berladang untuk survive (bertahan hidup) di tengah musim cuaca yang tak menentu. Serta hubungan dengan anak dalam memperjuangkan cita-citanya ingin bersekolah. Karya film ini juga bisa menjadi pelecut branding promosi (potensi) Kutim,” ujarnya.

Ismu menambahkan, dari film ini kembali hadir karya-karya lain yang mengangkat kemajuan daerah. Dalam hal ini sebagai sarana komunikasi yang efektif. Seperti membuat film panjang bercerita Karst Sangkulirang. Jika ada konsep atau gagasan menarik mengangkat potensi alam andalan Kutim tersebut, Pemkab mempersilahkan pintu terbuka dalam ruang kreatif. Ismu bahkan menyatakan Pemkab siap mensponsori penuh, diusulkan dalam anggaran bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kutim.

“Saya minta Pak Irawan (Seskab Kutim) bisa menjembatani karya-karya film anak-anak local, mulai dari jenjang pelajar ataupun mahasiswa. Sehingga punya semangat baru dengan perhatian Pemkab memberikan bantuan pendidikan. Contohnya para pemain dalam film Sedeng Sang yaitu Khoirul yang kini duduk di kelas 1 SMK di Muara Wahau melanjutkan ke jenjang Sarjana sesuai bakatnya,” katanya.

Film ini pun menjadi menjadi kado istimewa dari Allan, sineas jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogjakarta Fakultas Media Rekam jurusan Televisi dan Film. Dia ingin memberikan sumbangsih ilmunya untuk Pemkab Kutim. Ismu berterima kasih atas karya ini. Selanjutnya akan disimpan dan hak ciptanya tetap tersemat sebagai karya putra daerah. Agar ketika Pemkab Kutim menayangkan di event lain tidak ada tuntutan. Harapan Allan kepada Pemkab dan warga Kutim atas hasil kerja kerasnya membuat film ini adalah menjadi sarana perekat hubungan antara manusia yang satu dengan lainnya dalam memajukan identitas daerah.

“Semua media tidak hanya film bisa menjadi alat penyampaian bahasa komunikasi verbal yang bisa ditangkap dapat memberikan pandangan luas tentang Kutim. Banyak cerita-cerita yang bisa diangkat Kutim, yang memiliki 18 Kecamatan belum tergarap maksimal. Nah kisah pendidikan di Muara Wahau ini menjadi benang merah permulaan karya anak bangsa dalam mengenalkan tanah kelahirannya,” tutup Allan yang merupakan putra dari pemilik Rumah Makan Diponegoro Ahmad Subadi.

(AJ/AJ)
  1. Zona Turis
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA